[LIPUTAN] Mengakses Narasi Tradisi melalui Karya Kuratorial “Sandi Kala” – Portal Teater

Share!

Mengakses Narasi Tradisi melalui Karya Kuratorial “Sandi Kala”

6 Februari 2020

Daniel Deha

 

Portal Teater – Intens menggali potensi-potensi performatif para aktor muda, 69 Performance Club kembali menyuguhkan pementasan karya kuratorial “Sandi Kala” di Galerikertas Studiohanafi Depok akhir pekan depan.

Pertunjukan ini merupakan edisi ke-18, terselenggara atas dukungan dan kerjasama dengan Studiohanafi dan Forum Lenteng Jakarta. 69 Performance Club sendiri merupakan salah satu platfrom dari Forum Lenteng.

Karya yang dikurasi Anggraeni Widhiasih dan Prashasti Wilujeng Putri ini mencoba mengajak para partisipan/aktor untuk menggali kode-kode narasi kolektif yang tercecer dan menghadirkan kembali potensi performatifnya.

Ada lima partisipan yang akan terlibat dalam proyek kuratorial ini, antara lain: Dhuha Ramadhani & Robby Ocktavian (Jakarta-Samarinda), Otty Widasari dan Kelompok Teater (Jakarta), Pingkan Polla (Jakarta) dan Riyadhus Salihin (Bandung).

Karya performatif ini berupaya merepon keterbatasan manusia untuk mengakses tanda-tanda yang berserakkan pada semesta alam dan semesta sosial. Seolah kode-kode tersebut begitu rahasia, tersembunyi, dan melampaui pengetahuan rasional manusia.

Dalam tradisi pengetahuan modern, pencarian manusia akan rahasia semesta kerap dianggap sebagai irasionalitas, takhayul, atau berwujud ramalan atau primbon.

Melalui karya ini, para aktor justru memandang narasi-narasi tradisional itu tidak mesti bersandar pada pengetahuan modern yang merupakan produk budaya Barat.

Sebab, pada dasarnya tiap masyarakat lokal memiliki narasi kolektif dan kepercayaan tersendiri tentang pengetahuan terhadap semesta.

Karya performatif salah satu anggota 69 Perfromance Club, Pandji. -Dok. 69performanceclub.

Narasi Tradisi Asia Tenggara

Dalam konteks Asia Tenggara, dan secara umum budaya Timur, keakraban manusia dengan semesta bukanlah sesuatu yang ‘halu’, tapi juga merupakan produk kebudayaan yang kemudian terhubung dengan sistem sosial dan masyarakat.

Dalam sebuah wawancara, kurator Prashasti Wilujeng Putri mengatakan, tahun ini Forum Lenteng menggali isu tentang narasi kolektif di kawasan Asia Tenggara. Tema ini digarap sejak Desember 2019.

“Penting bagi kami untuk mengangkat isu Asia Tenggara, ya karena kita ada di sini sih, di Asia Tenggara,” katanya di Jakarta, Rabu (5/2).

Salah satu catatan atau narasi yang merekam riwayat peristiwa-peristiwa tertentu, dalam karya ini akan dipresentasikan oleh seorang aktor.

Performans tersebut merujuk pada tradisi kampung tua Kinta di Palu, Sulawesi Selatan, yang banyak terkait erat dengan kondisi geologi wilayahnya sejak lampau.

Asti, begitu sapaannya, menerangkan, tradisi kampung tua Kinta di Palu sebenarnya hanyalah satu dari sekian banyak contoh narasi yang hidup dan terpelihara di berbagai daerah.

Ia justru menilai, pengetahuan lokal justru lebih tepat diaplikasikan di masyarakat daripada pengetahuan modern yang boleh dikatakan cukup ‘berjarak’ dengan masyarakat.

Dalam performans ini, kelima seniman terpilih akan mempresentasikan karya mereka, baik secara perorangan maupun berkolaborasi. Beberapa dari karya seniman ini adalah perkembangan dari karya-karya mereka sebelumnya.

“Karya-karya para seniman itu merespons dari teks-teks, seperti Kitab Suci, tarian tradisional, dan puisi Hamzah Fansuri, seorang sastrawan pra kolonial. Nah, puisinya akan dijadikan performans oleh salah satu partisipan,” tuturnya.

Pertunjukan ini akan digelar pada Sabtu, 15 Februari 2020, pukul 13.00-17.00 WIB.

Tim Produksi

  • Manajer: Pingkan Polla
  • Kurator: Anggraeni Widhiasih & Prashasti Wilujeng Putri
  • Produksi: Robby Ocktavian
  • Media dan Relasi: Taufiqurrahan
  • Keuangan: Alifah Melisa
  • Penasihat Artistik: Hafiz Rancajale, Otty Widasari, Mahardika Yudha, dan Akbar Yumni.

Profil Partisipan

Otty Widasari (Balikpapan, 11 September 1973) adalah seniman, penulis, sutradara film, dan salah satu pendiri Forum Lenteng.

Pada 2015, pameran tunggalnya berjudul Ones Who Looked at the Presence diselenggarakan di Ark Galerie, Yogyakarta.

Kemudian pada 2016, pameran tunggal keduanya, Ones Who Are Being Controlled diadakan di Dia.Lo.Gue, Jakarta.

Kedua pameran tersebut merupakan proyek berkelanjutan Otty dalam rangka penelitiannya terhadap arsip film kolonial yang ia mulai sejak residensi di Belanda.

Pingkan Polla (Magelang, 3 April 1993), seniman yang berfokus pada seni performans dan seni rupa. Anggota Forum Lenteng sebagai seniman dan peneliti di Milisifilem dan 69 Performance Club.

Pingkan memulai praktik artistiknya semenjak tergabung dalam proyek seni AKUMASSA-Diorama dengan melakukan observasi visual terhadap diorama-diorama yang ada di Museum Nasional.

Pengetahuan itu kemudian berkembang ke arah seni performans semenjak ia tergabung dalam platform 69 Performance Club.

Karyakarya performansnya berfokus pada studi tubuh dan kerja, media sosial, dan studi atas performans di ruang privat hingga ruang publik.

Pada 2019, ia sempat melakukan residensi di Bangsal Menggawe di Pemenang, Lombok Utara, dan melakukan riset tentang persinggungan antara seni pertunjukan dan seni performans.

Selain itu, ia pun telah mengikuti residensi di Bulukumba, dalam rangka Makassar Biennale 2019.

Robby Ocktavian (Samarinda, 20 Oktober 1990), seorang seniman dan organisator seni. Gemar menayangkan film di celah-celah kota Samarinda bersama kawan-kawan Sindikatsinema.

Ia adalah Direktur MUARASUARA – Sound Art Festival dan Naladeva Film Festival di Samarinda.

Menyelesaikan studi Hubungan Internasional di Universitas Mulawarman Samarinda dan kemudian belajar memahami dan memproduksi visual di Forum Lenteng dalam program Milisifilem Collective.

Dhuha Ramadhani (Jakarta, 23 Februari 1995) adalah seorang penulis dan pembuat film. Menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Pada 2018, anggota Forum Lenteng ini menjadi salah satu kurator ARKIPEL untuk program Candrawala. Sekarang, Dhuha menjadi partisipan di Milisifilem Collective dan 69 Performance Club.

Riyadhus Shalihin, acapkali melakukan penelitian atas obyek ruang dan arsip, seperti: lokasi penggusuran, foto keluarga, reruntuhan bioskop, jembatan sungai, kompleks pemakaman, ataupun furnitur kolonial, sebagai latar penciptaan karya teater, performance art, video art, dan teks drama.

Ia adalah co-founder dan direktur artistik Bandung Performing Arts Forum ( B.P.A.F ), yang bekerjasama dengan Theatre MUIBO (Tokyo) dalam proyek kolaborasi teater: ‘Once Upon A Time-The Fallen Boat’-2019, dengan bantuan dari Japan Foundation.

Ia juga berkolaborasi dengan Leow Puay Tin (Malaysia) untuk proyek teater ‘US NOT US’ pada Asian Dramaturgs Network, Yogyakarta-2018.

Anggota Majelis Dramaturgi, yang diinisiasi oleh Teater Garasi Yogyakarta, ini aktif menulis esai teater, tari, dan seni rupa di majalah Tempo, Sarasvati, Pikiran Rakyat, Indopos, dan Jawa Pos.

Profil Kurator

Anggraeni Dwi Widhiasih (Sleman, 1993) adalah seorang kurator, penulis, seniman yang berdomisili di Jakarta.

Setelah menamatkan studi Hubungan Internasional di Universitas Paramadina, ia menjadi anggota aktif di Forum Lenteng dan terlibat dalam Milisifilem Collective (sebuah kelompok studi produksi film melalui praktik eksperimen visual).

Sebagai sebuah produk audiovisual, film baginya memiliki keterhubungan erat dengan persoalan sistem di masyarakat, teknologi media, produksi pengetahuan dan aspek kepenontonan.

Hal-hal ini pun yang kerap muncul dalam kerja-kerja keseniannya, baik dalam bentuk kuratorial, tulisan maupun karya visual.

Selain aktif dalam skena seni dan film, ia juga terlibat dalam platform eksperimen ekonomi bernama Koperasi Riset Purusha dan Prakerti Collective Intelligence.

Prashasti Wilujeng Putri (Jakarta, 1991) adalah seorang seniman dan manajer seni. Ia seorang lulusan Kriminologi, Universitas Indonesia. Adalah juga penari dari Komunitas Tari Radha Sarisha dan Anjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah.

Ia memulai proses artistiknya sendiri sejak bergabung di 69 Performance Club pada 2016. Ia pernah melakukan residensi di Silek Art Festival di Solok, Sumatra Barat pada 2018, melakukan riset tentang silek (silat) dalam kehidupan tubuh-tubuh kontemporer.

Hasil residensinya berupa karya video, dan dilanjutkan dengan karya performans yang dibawakan di Ilmin Museum of Art, Seoul, Korea Selatan.

Karya-karyanya yang lain fokus pada soal tubuh yang didefinisikan dan dibentuk oleh masyarakat, dan bagaimana seni performans bisa merekonstruksi hal itu.

Edisi performans “Sandi Kala” ini merupakan karya kuratorialnya yang pertama.

Tentang 69 Performance Club

69 Performance Club adalah sebuah inisiatif yang digagas oleh Forum Lenteng untuk studi fenomena sosial kebudayaan melalui seni performans, diinisiasi oleh seniman muda Jakarta pada 2016 (lihat www.69performance.club).

Kegiatan 69 Performance Club berupa workshop dan performans setiap bulan, diskusi, serta riset tentang perkembangan performans di Indonesia.

Inisiatif ini terbuka untuk para pemerhati, peminat dan pelaku performans untuk terlibat secara aktif menjadi bagian dari program-program 69 Perfomance Club.

Tujuan didirikannya komunitas ini adalah sebagai platform pengembangan pengetahuan seni performans di Indonesia melalui platform terbuka dengan berbagai kemungkinan eksperimentasi visual tubuh, tampil, dan konsepsi-konsepsi yang dimungkinkan pada seni kontemporer.

Selain itu, untuk melakukan pendokumentasian, pengarsipan dan pendataan, penulisan dan publikasi medan seni performans di Indonesia, yang dapat diakses oleh publik secara terbuka.

Program pertunjukan dwi-bulanan 69 Performance Club ini merupakan sebuah usaha memproduksi dan mendistribusi ilmu pengetahuan tentang seni performans, yang melibatkan partisipan seniman-seniman muda Indonesia.

Karya-karya 69 Performance Club telah dipresentasikan di beberapa tempat, antara lain: SMAK Museum, Ghent, Belgium, TranzitDisplay Gallery, Prague, Czech Republic, Ministry of Foreign Artists, Geneva, Switzerland, Teater Garasi, Yogyakarta, Indonesia, Ilmin Museum of Art, Seoul, South Korea, dan GoetheHaus, Jakarta.

Pendokumentasian karya seni performans dengan kemasan yang baik (video, fotografi, dan audio) juga dilakukan dan dipublikasikan melalui www.69performance.club.*

/ Ulasan

Comments

No comment yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *