Kemungkinan
Catatan Pameran “KODE” Oleh Heru Joni Putra
Karya-karya perupa muda dalam pameran “Kode” ini secara umum mencoba menghadirkan realitas sebagai sekumpulan benda, material, ataupun objek yang telah mengalami distorsi, pemiuhan, peleburan, ataupun kehilangan sifat-sifat aslinya dan menyerap sifat-sifat benda lain ke dalam dirinya sendiri. Ini tentu bukan suatu modus baru dalam cara seniman memproyeksikan gagasan tertentu tentang kenyataan. Karyakarya lukisan yang disebut sebagai surealisme tentu akan menjadi contoh utama dalam menunjukkan hal tersebut. Bahkan, sebagian karya-karya dalam pameran ini pun turut menunjukkan keberlanjutan dari berbagai langgam dalam khazanah surealisme yang sudah populer bagi kita. Namun begitu, para perupa muda dalam pameran ini sepakat bahwa mereka sedang melakukan “eksperimen”. Setiap penciptaan karya seni tentu selalu berpijak di atas eksperimen sejauh senimannya sepakat bahwa berkesenian adalah usaha tak habis-habisnya dalam “menemukan” atas “sesuatu”, yang bisa saja artinya kebaruan isu, kebaruan bentuk, kebaruan metode kerja, dst. Toh sejarah perkembangan seni, pada sisi tertentu, adalah sejarah eksperimen demi eksperimen. Oleh sebab itu, ketika suatu eksperimen sudah lumrah dalam kerja seni, mengapa hal tersebut perlu diberi penekanan dalam pameran ini?
Eksperimen yang dilakukan para perupa muda tersebut berada pada tahap “proses”, dalam atian bahwa mereka sedang melangkah pelan-pelan dari kenyamanan berkarya sebelumnya. Ketiga perupa muda pilihan Farhan Siki ini mencoba untuk meninjau kembali jalan yang sudah mereka tempuh sejauh ini, untuk mencari kemungkinan lain yang lebih menantang.
Alivion mempunyai suatu kecendrungan untuk membuat karya-karya pastiche, mengambil potongan-potongan gambar dari berbagai media, seperti majalah gaya hidup, dan kemudian merangkai jadi satu komposisi. Keasyikan bermainmain dengan berbagai kode yang dicomot-kumpulkan dari berbagai produk visual industrial mengikuti kehendak pemuasaan ekspresi pribadinya atas sesuatu hal. Kehidupan manusia, dalam karya pastiche-nya, tampak semakin terdesak dan terjebak di antara berbagai kode-kode dunia urban yang mencari rujukan tindakan ke berbagai arah. Dari keasyikan seperti itu, Alivion kemudian bereksperimen untuk mencoba jalan yang berbeda. Ia tak lagi mengambil sebuah potongan gambar tanpa beban apap-apa—mencerabut suatu kode dari konteksnya—dan menggabungkannya jadi suatu “permainan” kode, melainkan kini dibuatnya sendiri permainan kode sendiri, dengan tangannya sendiri, untuk menciptakan sesuatu yang berarti baginya. Karya-karyanya yang dalam ujicoba ini seakan-akan mencoba untuk bertolakbelakang dengan modus penciptaan karya pastiche. Bila pastiche tidak lagi berurusan dengan kepengrajinan—melainkan kesenangan bermain belaka—maka dalam karya sekarang Alivion berikhtiar tegak di atas suatu kepengrajinan tertentu—ketekunan membuat sketsa, persilangan antar kode, ataupun suatu alur cerita yang menjadi alusi dari karya-karyanya.
Eka Apriansah pada rentang waktu tertentu menunjukkan kekuataan drawing-nya pada karya-karya dengan corak dekoratif dan tentu saja tak berambisi untuk menjadi pesan tertentu. Secara pelan-pelan, ia mencoba mencari kemungkinan lain dari perjalanannya berkarya. Kini, tanpa meninggalkan kekuatan detail dan ketepatan garis yang selama ini ia limpahkan pada karya dekoratif, ia menunjukkan kecendrungan untuk membuat drawing yang bercorak super realis. Tubuh-tubuh atau benda-benda yang ia tampilkan tidaklah berdiri sendiri sebagai tubuh atau benda itu sendiri, melainkan menjadi bagian dari tubuh atau benda lainnya. Modus pemaknaan karya-karyanya tidak dengan menunjukkan hubungan antara objek yang terpisah satu sama lain melainkan dengan membuat suatu gambar yang dalam kacamata-pemandangan-biasa akan tampak sebagai korelasi objek-objek yang aneh tapi tidak menakutkan melainkan penuh emosi, lebih mengedepankan corak “ketidaksadaran” manusia tapi sedikit-banyaknya mempunyai tendensi “politis”. Dalam bermain kode, Eka tidak berdiri di atas keterhubungan, tetapi pada ketidakterhubungan dari tubuh atau benda yang dileburkannya.
Sementara itu Vicky Saputra mempunyai suatu ketertarikan untuk menampilkan hubungan yang kadang sengit dan kadang akrab antara bahasa linguistik dengan bahasa visual. Hubungan kata-kata dan gambar tak pernah selesai, sejak abad-abad lalu sampai sekarang. Dari era “seni rupa pra-sejarah” sampai ke budaya meme yang berserakan di media sosial hari ini, hubungan dinamis antara linguistik dan visual selalu terjadi, bahkan dengan perkembangan yang menakjubkan. Karyakarya Vicky pada sisi tertentu menunjukkan sifat-sifat ilustratif terhadap teks linguistik. Hubungan kata-kata-kata dan gambar berada pada hubungan yang dijelaskan dan yang menjelaskan atau hubungan transformatif dari teks ke gambar ataupun sebaliknya. Dalam pameran ini Vicky mencoba menampilkan drawing yang lebih minimalis dan kadang liris dengan tetap mencari kemungkinan lain untuk membuat dinamikanya dengan kata-kata. Pada suatu momen tertentu, Vicky berkarya dari teks orang lain dan ada pada suatu masa orang lain yang membuat kata-kata, seperti puisi, berdasarkan gambarnya. Vicky, dengan medium kata-kata dan gambar, terus mencoba bereksperimen mencari kemungkinan hubungan lain. Katakata bisa saja bersifat “melawan” gambar atau sebaliknya. Atau keduanya bisa menyampaikan sua hal yang berbeda tapi pada prinsipnya sedang membangun suatu bangunan yang sama, dan seterusnya.
Begitulah semangat yang diusung oleh pameran KODE ini, usaha mencoba tak henti-henti untuk mencari kemungkinan lain, meninggalkan sedikit-demi sedikit kenyamanan terhadap capaian-capaian sebelumnya, bahkan mungkin meneroka kemungkinan-kemungkinan yang masih gelap-gulita tapi tetap terus diterobos melalui berbagai eksperimen. Dan eksperimen seperti itu tidak berhenti di pameran ini, melainkan akan terus bergerak ke berbagai arah.
Comments
No comment yet.