[Berita] Pembukaan Residensi Ramadan Tubaba 2017 “Kelas Tafsir, Dakwah, Qiroatul Qur’an, Kaligrafi dan Teater Religi”
Menghidupkan pesan-pesan bernafaskan Islam sebagai agama “Rahmatan lilalamin” merupakan salah satu tujuan utama dalam program Residensi Ramadan dengan tema “Literasi Agama”. Program Residensi Ramadan digagas oleh Studiohanafi bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Tubaba, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Tulang Bawang Barat-Lampung. akan berlangsung 4-18 Juni 2017 di masjid Baitussobur (masjid 99 cahaya) Islamic center- Tubaba Lampung.
Pembukaan Residensi Ramadan pada 4 Juni 2017 dibuka dengan lantunan shalawat dari kelompok Hadroh Nurul Hikmah. Dihadiri oleh Bupati Tubaba, Umar Ahmad SP bersama seluruh ustadz pengajar di antaranya pengajar kajian tafsir oleh Ustadz Ulil Absor (Tubaba), Qiroatul Qur’an oleh ustadz Rizki Shadikin (Aceh), Ilmu dakwah oleh ustadz Maghfur MR (Yogyakarta), kaligrafi oleh Ustadz Hanafi (Jakarta) dan ustadz Anzib (Yogyakarta) dan bimbingan teater religi oleh ustadz Semi Ikra Anggara (Bandung). Hadir pula tim studiohanafi dan 60 santriwan dan santriwati yang akan mengikuti Residensi Ramadan.
“Ilmu tidak hanya pada sekat pondok-pondok pesantren, namun ilmu bisa didapat dari siapapun dan dalam kondisi apapun, termasuk pada residensi ramadan ini. Selamat melaksanakan residensi ramadan. Selama dua minggu ini, tuntutlah ilmu dengan ikhlas” tutur Umar Ahmad, Bupati Tubaba sekaligus meresmikan pelaksanaan Residensi Ramadan Tubaba 2017.
Semi Ikra Anggara, selaku ketua pelaksana dan mentor kelas teater religi mengungkapkan bahwa Residensi Ramadan yang baru pertama kali diselenggarakan di masjid Baitussobur ini mendapat apresiasi luar biasa. Dari 100 pendaftar dipilih 60 peserta yang berasal dari Tulang Bawang Barat terutama dari “kecamatan seberang” dengan jarak tempuh 3-6 jam seperti Lambukibang, Gunung Terang, Batu Putih, Way Kenanga, Pagar Dewa. Sosialisasi program tersebut dilakukan dengan cara bersilaturahmi ke berbagai pengurus masjid, pesantren dan kantor urusan agama di daerah-daerah tersebut.
Pembukaan Residensi Ramadan 2017 juga diisi dengan pembacaan ayat suci Al-Quran surat Ar. Ruum ayat 20-25 oleh ustadz Rizki Sadikin dari Aceh sebagai mentor Qiroah Al-Quran bersama saritilawah oleh Maliya, dari studiohanafi dan lulusan Universitas Islam Negeri Bandung. Ayat yang dibacakan ini mengandung makna tanda-tanda kekuasaan dan keagungan Allah dengan penciptaan manusia, langit dan bumi.
Residensi Ramadan Tubaba 2017 ini merujuk pada bimbingan para ahli, agar para peserta dapat berkarya, berdiskusi, dan merancang sebuah pertunjukan keagamaan. Pada pembukaan ini, para mentor menyampaikan esensi setiap materi ajar keagamaan yang akan ditransformasikan kepada para santriwan dan santriwati. Seperti Ustadz Maghfur MR sebagai mentor ilmu dakwah yang memberikan pengantar dengan acuan pada Al-Quran. Ia menjelaskan esensi “Bismillahiromanirohim”, surat Al-Fatihah sebagai inti al-Quran dan surat Yasin sebagai jantung Al-Quran. Berikutnya, ustadz Ulil Absor yang memaparkan metode-metode tafsir Al-Quran dan Semi Ikra Anggara memaparkan teater religi sebagai teater berkarakter Islam.
Terakhir, sebagai mentor kelas kaligrafi, Hanafi bersama Anzieb melakukan kaligrafi performance. Hanafi menunjukan tiga lukisan kaligrafinya terutama lukisan berjudul “Mim” yang ia tafsirkan sebagai “Muhammad, manusia, makhluk hidup, mulia, manfaat, musyawarah, mufakat, maslahat, ma’rifat dan martabat”.
Pada hari pertama pelaksanaan residensi ramadan (5/6), seusai dzuhur, di masjid Baitussobur para santri mulai mengikuti kelas tafsir dengan mentor ustadz Ulil Absor. Ia membuka kelasnya dengan menjelaskan al-Quran sebagai sumber dari Islam dan diperjelas dengan Al-Hadist/ As-Sunnah.
Ilmu kajian tafsir ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para santriwan dan santriwati terhadap Al-Quran. Sehingga harus melalui proses pentafsiran al-Quran dengan metode pertama yang disebut “Tahlili” yaitu metode tafsir al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-Quran dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya dengan menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, makna lafal tertentu, susunan kalimat dan penyesuaian kalimat satu dengan kalimat lain.
Kedua adalah metode “Ijmali” yakni metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud al-Qur’an secara keseluruhan. Dua metode ini menjadi salah satu yang utama dalam penafsiran al-Quran selain dari metode tafsir lainnya.
Sedangkan Qiroatul Qur’an yang diampu oleh ustadz Rizki tidak semata-mata menjadikan lantunan ayat suci al-Quran dilantunkan secara indah namun juga membacanya secara tepat..
“Al-Quran itu maknanya indah, bila ditafsirkan ke alam semesta. Ketika saya membaca itu dan memikirkan di benak saya dan rasanya saya menjadi damai. Pendalaman al-Quran melalui qiroah inilah yang ingin saya ajarkan” tutur ustadz Rizki Shadikin.
Tahapannya melalui pembelajaran tahsin yakni pembenaran bacaanya dengan tajwid dan pelapalan/pengucapan makhorizul hurufnya tepat.
“Percuma bila suaranya bagus tapi mahrozul hurufnya salah. Setelah makhorizulnya tepat baru masuk ke lagu-lagu dan nada-nadanya” tambah ustadz Rizki. Qiroah berbicara tentang nada, suara dan lagu. Bagaimana kita mengatur suara di ujung perut, nafas dan kepala.
Pada hari pertama pembelajaran yang diikuti 35 siswa, ustadz Rizki meminta setiap santriwan dan santriwati untuk membacakan Q.S Al-Baqarah ayat 1-5. Setelah mendengarkan para siswanya, ia berpendapat bila sebagian besar bacaan siswanya sudah bagus namun masih ada kekurangan di tajwid dan makhorizul huruf, menurutnya ini dulu yang diperbaiki dahulu.
“Tujuan dakwah adalah mencapai ridho Allah” tutur ustadz Maghfur MR saat membuka kelasnya. Pada pertemuan pertama ini ia lebih mengenalkan konsep dakwah. Dalam pengertian al-Quran, dakwah adalah kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah serta berjuang bersama meninggikan agama-Nya.
Hakikat dakwah Islam di antaranya merupakan ajakan yang tujuannya dapat tercapai tanpa paksaan (kebebasan). Ajakan untuk berfikir, berdebat dan berargumen (rasionalitas) dengan objek dakwah semua manusia tanpa ada batasan (universalitas).
Untuk menunjang Residensi Ramadan dalam bingkai literasi agama. Ustadz Maghfur membagi para santriwan dan santriwati menjadi beberapa kelompok dengan judul dakwah yang berbeda tiap harinya seperti “Presentasi ayat-ayat humanisme”, “Menumbuhkan rasa kasih sayang”, “menciptakan hidup yang rahmatan lil alamin”, “manifestasi puasa dalam kehidupan sosial” dan “meneladani hijrah nabi Muhammad dalam konteks kehidupan sehari-hari”.
Kelas kaligrafi yang diampu Hanafi dan Anzieb lebih mempraktikan makna kaligrafi pada nilai estetika dan artistik dari kacamata seni rupa. Hanafi meminta para santri untuk melukiskan huruf atau kalimat al-Quran di kertas putih biasa. Setelah kaligrafi beberapa santri mulai terbentuk dengan baik, Hanafi memlilih beberapa santri untuk memindahkan kaligrafinya ke kanvas.
Sebelumnya, Hanafi memberikan tiga contoh tulisan kaligrafi yang dilukisnya pada para santri. Selama hampir dua jam kelas kaligrafi, para santri terlihat tekun menggoreskan garis dan mewarnai kaligrafinya dengan cat air di atas tulisan “Bismillah hirohmanirohim”. Mereka dengan bebas mengekspresikan gaya masing-masing meski sesekali, Hanafi dan ustad Anzieb memberikan pengarahan secara personal pada santrinya.
Kelas ini berakhir menjelang berbuka puasa dan para santriwan juga santriwati mengumpulkan semua hasil karyanya untuk dinilai dan akan dipamerkan di penutupan residensi. Berikut, seluruh hasil kegiatan Residensi Ramadan: kelas dakwah, tafsir, qiroatul al-quran, pertunjukan teater religi akan dipresentasikan pada ahad, 18 Juni 2017 sebagai penutupan residensi dalam “Malam-malam lailatul qadar”. (RSA)
Comments
No comment yet.